Saatnya untuk Bersyukur


Suatu ketika dalam tayangan berita di stasiun televisi swasta, tergambar adanya sebuah keluarga yang hidup dalam serba kekurangan. Keluarga tersebut terdiri dari orang tua dan lima orang anak. Setiap malam hanya dengan beralaskan selembar tikar atau kertas Koran, berselimutkan kain sarung kumal dan beratapkan langit, mereka bisa tertidur dengan pulasnya di sebuah stasiun kereta api di Jakarta. Terkadang salah satu dari anak-anak mereka terkena flu ataupun demam.

Di siang hari sang Ayah bekerja dengan menjual koran dan si ibu mengurus anak-anak yang belum sekolah. Dua orang anak mereka masih sekolah meskipun sering sekali tidak mampu membayar uang sekolahnya. Sedangkan anak yang paling besar membantu keluarganya dengan menjadi penyemir sepatu di stasiun tersebut.

Faktor ekonomilah yang menjadi penyebab sehingga mereka menjadi seperti itu. Sang ayah adalah mantan sopir di sebuah perusahaan swasta yang kemudian terkena PHK massal. Setelah di PHK, keluarga itu tidak mampu lagi membayar kontrakan yang selama ini dihuninya. Mereka mencoba tetap tegar menghadapi hidupnya walaupun hidup dengan serba kekurangan.

Coba bayangkan seandainya kita mengalami hal yang serupa. Mungkin kita akan cepat putus asa, mungkin akan menyerah dengan keadaan tersebut, atau bahkan bisa saja sampai mengakhiri hidup kita karena rasa putus asa yang tak tertahankan. Maka pelajaran terpenting yang kita dapatkan adalah inilah saatnya kita untuk bersyukur karena kita tidak pernah mengalaminya.

Sebagian besar diantara kita mungkin masih bisa berteduh dalam sebuah rumah, meskipun kecil dan masih berstatus rumah kontrakan. Dan bahkan sebagian di antara kita telah dikaruniai rezeki dari Allah SWT berupa rumah dengan segala kelengkapan dan kemewahan. Malahan ada yang kelebihan harta dengan segala macam barang elektronik dan aneka rupa kendaraan yang dimilikinya.

Satu hal yang harus menjadi perhatian kita adalah sejauh mana kita telah mensyukuri nikmat-nikmat dari Allah SWT tersebut. Bila ditelusuri dalam Al-Qur'an, ayat-ayat yang memuat tentang syukur nikmat sangat banyak sekali. Satu ayat yang sangat menyentuh hati adalah Surat Ar-Rahman (55) ayat 13 dan di ulang-ulang kembali pada ayat sesudahnya yang berbunyi : "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kau dustakan?"

Manakala kita melihat pada diri kita, Allah telah mengkaruniakan berjuta-juta nikmat yang luar biasa dahsyatnya yang kita pun tidak sanggup menghitungnya. Selain nikmat-nikmat duniawi seperti yang dicontohkan di atas, coba kita renungkan bagian kecil nikmat tersebut yaitu nikmat anggota tubuh kita.

Nikmat mata yang merupakan panca indera kita untuk melihat. Berapa ribu sel yang ada pada mata kita. Bila salah satu sel saja tidak sesuai dengan posisinya maka apa yang terjadi pada mata kita, mungkin kita jadi buram ketika melihat, mungkin kita jadi melihat objek setengahnya saja, mungkin kita melihat benda dengan hanya dua macam warna saja atau bahkan mungkin saja kita tidak bisa melihat benda apapun.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mensyukuri nikmat mata ini. Kita bisa mensyukurinya minimal dengan sekuat tenaga menjauhi melihat hal-hal yang bersifat maksiat, memperbanyak membaca ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an, serta mempergunakan mata kita dengan membaca untuk mendapatkan ilmu yang barakah. Masih banyak usaha-usaha lain yang bisa kita lakukan untuk mensyukuri nikmat mata.

Nikmat telinga yang merupakan pancaindera kita untuk mendengar. Allah SWT menciptakan telinga manusia dengan bentuk yang sesempurna-sempurnanya. Coba bayangkan seandainya telinga kita menghadap ke atas, atau hanya satu buah saja, atau berada di tengah-tengah antara mulut dan mata. Mungkin yang terlihat pada wajah kita adalah bentuk yang tidak beraturan. Inilah salah satu bagian kecil dari kekuasaan Allah SWT.

Oleh Karena itu, kita bisa mensyukuri nikmat Allah SWT berupa telinga dengan menjauhi mendengar hal-hal yang bisa mempengaruhi suasana hati seperti mendengar aib orang lain, kata-kata kasar dan kotor, serta mendengar hal-hal yang bersifat sia-sia. Usahakanlah telinga kita untuk senantiasa mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an, mendengar ilmu serta mendengarkan nasehat kebaikan.

Nikmat mulut yang merupakan pancaindera kita untuk berbicara. Setiap pembicaraan kita pasti keluarnya dari mulut. Jadi mulut adalah corong kita dalam mengeluarkan isi hati yang ada dalam diri kita. Bila hati kita kotor, maka apa yang kita ucapkan isinya pun akan kotor dan tidak bermakna.

Bila hati kita bersih, niscaya Allah SWT menuntun lisan kita untuk mengucapkan hal-hal yang sifatnya kebaikan. Kita bisa mensyukuri nikmat mulut ini dengan selalu berdzikir kepada Allah, pergunakan mulut kita untuk mengajak orang lain berbuat kebaikan dan kebenaran, serta bahagiakan orang lain dengan perkataan-perkataan kita.

Jika dihitung dengan cermat, maka kita tidak bisa menghitung nikmat-nikmat kita yang lain dalam tubuh kita. Kita masih dikaruniai kaki, tangan, jari, kepala, otak, rambut, perut, organ dalam tubuh, dan masih banyak nikmat lainnya yang ada dalam tubuh kita. Maka satu hal yang sepatutnya kita tanamkan keyakinan dalam diri kita adalah inilah saatnya kita untuk bersyukur.

sumber :
http://kotasantri.com/

0 comments: